Skip to main content

Ghibah, Fitnah, dan Cara Kita Menyikapi Datangnya Suatu Berita

ilustrasi nggunjing
ilustrasi via istockphoto 

Secara bahasa, kata ghibah (jawa: ngerasani) berasal dari bahasa Arab غيبة yang artinya tidak tampak atau tersembuyi. Pengertian ghibah yaitu mengumpat/ menggunjing, menyebut atau membicarakan hal-hal yang tidak disukai oleh orang yang digunjing, seperti kekurangannya, keburukannya, atau aibnya, kepada orang lain dengan maksud buruk untuk mengolok-olok atau mencemarkan nama baiknya. Disebut ghibah juga karena orang yang digunjing atau diumpat tersebut tidak ada di tempat terjadinya percakapan (tidak mendengarkan langsung).

Adapun fitnah (فتنة) adalah kabar bohong tentang keburukan (aib) seseorang atau sekelompok orang yang disampaikan atau disebarkan oleh seseorang atau sekelompok orang kepada orang lain atau masyarakat umum. Fitnah merupakan perbuatan buruk yang sangat dilarang oleh agama. Demikian buruknya akibat dari perbuatan fitnah ini, sehingga Allah SWT berfirman:

وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ .... 

"..... Dan fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan.." (QS. Al-Baqarah, 191)

Juga sabda Rasulullah SAW:

لايدخل الجنة قتات

"Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba (menyebarkan fitnah)" (HR. Bukhari dan Muslim) 

Terkait perbedaan antara ghibah dan fitnah, mungkin kita bisa cermati percakapan antara Rasulullah SAW dan para sahabat berikut ini. Rasulullah SAW bersabda:

"Tahukah engkau apakah ghibah itu?". Para sahabat menjawab, "Allah dan RasulNya yang lebih mengetahui". Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan, "(Ghibah itu adalah) engkau menyebut-nyebut saudaramu dengan kata-kata yang tidak disenanginya". Para sahabat kemudian bertanya, "Bagaimana pendapat engkau wahai Rasulullah, jika memang terdapat pada saudaraku apa-apa yang saya katakan?". Nabi SAW kemudian menjawab, "Jika memang ada padanya apa yang kamu katakan itu, berarti kamu telah mengumpat/ menggunjing. Namun jika tidak ada berarti kamu telah berbuat kebohongan yang keji terhadap dirinya (fitnah)". (HR. Muslim). 

Antara ghibah dan fitnah, keduanya adalah termasuk perilaku tercela yang dilarang Allah SWT. Bahkan dalam kehidupan sosial masyarakat, kedua perilaku ini juga dapat mendatangkan kerugian dan bencana. Oleh karenanya, sebagai seorang muslim kita mesti selalu berhati-hati dalam bersikap dan berperilaku di dalam keseharian kita. 

Memang dalam kehidupan sosial antar warga masyarakat tidak jarang muncul kabar-kabar berita miring yang belum pasti kebenarannya. Kabar-kabar berita tersebut dengan begitu mudahnya tersebar dari mulut ke mulut dan dari rumah ke rumah hingga menjadi topik pembicaraan. Terkait hal itu, lalu bagaimanakah sebaiknya sikap kita terhadap datangnya suatu kabar berita tentang keburukan (aib) seseorang atau suatu kelompok?. 

Berikut ini beberapa cara yang bisa kita lakukan agar tidak mudah terjerumus pada perbuatan ghibah dan fitnah:

1. Jangan cepat-cepat kita mempercayai kebenaran berita itu, karena mungkin saja pembawa berita itu orang fasik yang sengaja membuat fitnah. Kalau memang dirasa perlu dan ada manfaatnya, seyogyanya berita itu dicek dulu kebenarannya. Allah SWT berfirman:

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوٓا إِنْ جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًۢا بِجَهٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلٰى مَا فَعَلْتُمْ نٰدِمِينَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu." (QS. Al-Hujurat, 6)

2. Memberi nasihat dengan bijaksana (mengingatkan) kepada pembawa berita tersebut bahwa menceritakan keburukan (aib) seseorang itu adalah perilaku tercela yang seharusnya dihindari.

3. Jangan ikut menyiarkan berita tentang keburukan (aib) seseorang yang kita terima (dengar) kepada orang lain. Karena kalau hal tersebut dilakukan, berarti kita ikut melakukan ghibah atau fitnah yang dilarang Allah, dan kita berdosa karenanya. 

4. Jangan langsung berprasangka buruk kepada orang yang keburukannya (aibnya) disampaikan kepada kita. Dalam firmanNya Allah SWT menyebutkan:

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ  ۖ  وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُمْ بَعْضًا  ۚ  أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ  ۚ  وَاتَّقُوا اللَّهَ  ۚ  إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat, 12)

5. Sebagai orang Islam, hendaknya kita membenci perbuatan ghibah dan fitnah karena Allah SWT, dan hendaknya kita selalu berusaha agar jangan sampai terpancing untuk melakukan ghibah, apalagi fitnah. Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa menolak (ghibah atas) kehormatan saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan menghindarkan api neraka dari wajahnya". (HR Ahmad)


Ad by Adsterra