Sabar adalah suatu sikap yang mudah diucapkan namun sangat sulit untuk dipraktekkan. Sabar berarti kemampuan mengendalikan diri dari segala keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit saat sedang diuji atau mendapatkan musibah. Begitu sulitnya sabar untuk dipraktekkan, maka tidak heran jika semakin tinggi kesabaran yang dimiliki seseorang, maka semakin kokoh juga ia dalam menghadapi segala macam masalah yang terjadi dalam kehidupan.
Pada postingan kali ini, saya ingin menyajikan sebuah kisah dari salah seorang sahabat Nabi yang diuji oleh Allah dengan kematian seorang putranya yang dicintainya. Meski diuji dengan cobaan yang begitu berat, sebagai orang tua ia tetap bersabar untuk menerima jalan hidup yang sudah digariskan kepadanya. Semoga kita bisa mengambil hikmah dan pelajaran dari kisah berikut ini.
ilustrasi |
Menurut beberapa riwayat, nama asli beliau adalah Rumaisha’ binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin Adi bin Najar Al-Anshariyah Al-Khazrajiyah. Setelah suami pertama meninggal, beliau menikah untuk kedua kalinya dengan Abu Thalhah, dimana sejarah mencatat beliau sebagai wanita dengan mahar yang paling mulia karena mahar pernikahan beliau adalah dengan masuk Islamnya Abu Thalhah.
Suatu ketika, Ummu Sulaim bercerita bahwa ia ditinggal mati oleh seorang anaknya, sedangkan suaminya waktu itu sedang tidak ada di rumah. Sebelumnya, sang anak yang bernama Abu Umair terserang penyakit hingga akhirnya meninggal dunia. Ummu Sulaim mampu bersabar dalam menjalani musibah itu, dan ia berusaha agar suaminya pun bersabar. Apa usaha yang dilakukannya?. Ummu Sulaim meletakkan jenazah anaknya di sudut rumah agar ketika suaminya datang tidak melihat langsung bahwa anaknya sudah meninggal.
Saat Abu Thalhah (sang suami) pulang ke rumah, Ummu Sulaim pun menyambut kedatangan suaminya itu seperti biasanya. Ketika makanan telah tersedia, Ummu Sulaim juga mengeluarkan makan malam untuk suaminya dan sang suami pun menyantapnya. Kemudian Abu Thalhah bertanya kepada Ummu Sulaim tentang anaknya yang sakit, "Bagaimana kondisi anak kita?". Ummu Sulaim lalu menjawab, "Alhamdulillah, sejak ia sakit, malam inilah ia paling tenang".
Ummu Sulaim kemudian berhias diri sehingga timbullah hasrat Abu Thalhah terhadap istrinya. Sebentar kemudian ia bermesraan dengan istrinya sampai ia puas. Setelah itu, Ummu Sulaim berkata, "Apakah Kakanda tidak heran terhadap tetangga kita?". Jawab Abu Thalhah, "Memangnya mengapa mereka?".
Jawab Ummu Sulaim, "Mereka diberi pinjaman, sewaktu pinjaman itu diminta kembali, tiba-tiba mereka merasa sangat sedih". Suaminya menjawab, "Buruk sekali kelakuan mereka itu". Pada ketika itu, Ummu Sulaim kemudian berkata, "Begini Kakanda, anak kita itu pinjaman dari Allah, dan sekarang telah diambil kembali oleh-Nya".
Mendengar perkataan istrinya, Abu Thalhah pun mengerti maksud dari perkataan Ummu Sulaim (istrinya), kemudian ia berucap, "Alhamdulillah, Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun (Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali)".
Besok paginya, suami Ummu Sulaim pergi menjumpai Rasulullah SAW dan menceritakan perihal kematian anaknya. Mendengar penuturan suami Ummu Sulaim, Rasulullah SAW kemudian berdoa, "Ya Allah, berikanlah kebaikan untuk suami-istri itu dan keluarganya".