Skip to main content

Unsur-Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel

ilustrasi novel

Novel adalah karangan prosa panjang yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang yang berada di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku dalam kisah yang diceritakan. Novel juga merupakan karya sastra yang di dalamnya terdapat nilai-nilai sosial, budaya, moral, dan pendidikan. Sebuah novel terdiri dari bab dan sub-bab tertentu sesuai dengan kisah ceritanya. 

Sebuah cerita novel, baik itu novel Indonesia atau pun novel terjemahan sama-sama memiliki kandungan unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur Intrinsik adalah unsur yang pembangun novel yang berasal dari dalam cerita itu sendiri. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur dari luar novel yang mempengaruhi terbentuknya sebuah cerita.

Unsur-Unsur Intrinsik Novel

Unsur intrinsik Novel meliputi alur (plot), tema, penokohan, sudut pandang (point of view), latar (setting), dan amanat.

a. Alur (Plot)

Alur merupakan pola pengembangan cerita yang terbentuk oleh hubungan sebab-akibat. Intisari alur ada pada konflik cerita. Akan tetapi, suatu konflik dalam novel tidak bisa dipaparkan begitu saja, jadi harus ada dasarnya. Oleh karena itu, alur dalam novel terdiri atas (1) pengenalan, (2) timbulnya konflik, (3) konflik memuncak, (4) klimaks, dan (5) pemecahan masalah. Dengan adanya alur-alur tersebut, pembaca akan dibawa ke dalam suatu keadaan yang menegangkan (suspense) berupa timbulnya konflik, memuncaknya konflik, hingga berakhirnya konflik sehingga pembaca akan semakin tertarik untuk terus mengikuti jalannya cerita dalam novel.

b. Tema

Tema adalah inti atau ide pokok sebuah cerita. Tema merupakan pangkal tolak pengarang dalam menyampaikan cerita. Tema suatu novel biasanya menyangkut segala persoalan dalam kehidupan manusia, baik masalah kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, dan sebagainya.

c. Penokohan

Penokohan adalah cara pengarang menggambarkan dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh, pengarang dapat menyebutkannya secara langsung, misalnya si A itu penyabar, si B murah hati, dan sebagainya. Penjelasan karakter tokoh dapat pula melalui gambaran fisik dan perilakunya, lingkungan kehidupannya, cara bicaranya, jalan pikirannya, ataupun melalui penggambaran oleh tokoh lain.

d. Sudut Pandang (Point of View)

Sudut pandang adalah posisi pengarang atau narator dalam membawakan cerita. Posisi pengarang dalam menyampaikan cerita ada beberapa macam, yaitu:

1. Narator Serbatahu

Dalam posisi ini, narator bertindak sebagai pencipta segalanya yang serbatahu. Ia tahu segalanya. Ia dapat menciptakan segala hal yang diinginkannya. Ia dapat mengeluarkan dan memasukkan para tokoh. Ia dapat mengemukakan perasaan, kesadaran, ataupun jalan pikiran para tokoh cerita. Pengarang dapat mengomentari kelakuan para tokohnya, bahkan dapat pula berbicara langsung dengan pembacanya.

2. Narator Objektif

Dalam teknik ini, pengarang tidak memberi komentar apa pun. Pembaca hanya disuguhi "hasil pandangan mata". Pengarangnya menceritakan apa yang terjadi seperti penonton melihat pementasan drama. Pengarang sama sekali tak mau masuk ke dalam pikiran para pelaku. Dalam kenyataannya, orang memang hanya dapat melihat apa yang diperbuat orang lain. Dengan melihat perbuatan orang lain tersebut, kita dapat menilai kehidupan kejiwaannya, kepribadiannya, jalan pikirannya, dan perasaannya. Motif tindakan pelakunya hanya bisa kita nilai dari perbuatan mereka. Dalam hal ini, jelaslah bahwa pembaca sangat diharapkan partisipasinya. Pembaca bebas menafsirkan apa yang diceritakan pengarang.

3. Narator Aktif

Narator juga aktor yang terlibat dalam cerita. Kadang-kadang fungsinya sebagai tokoh sentral. Cara ini tampak dalam penggunaan kata ganti orang pertama (aku, kami). Dengan kedudukan demikian, narator hanya dapat melihat dan mendengar apa yang orang biasa lihat atau dengar. Narator kemudian mencatat tentang apa yang dikatakan atau dilakukan tokoh lain dalam suatu jarak penglihatan dan pendengaran. Narator tidak dapat membaca pikiran tokoh lain kecuali hanya menafsirkan dari tingkah laku fisiknya. Narator juga tidak dapat melompati jarak yang besar. Hal-hal yang bersifat psikologis dapat dikisahkan jika menyangkut dirinya sendiri.

4. Narator Sebagai Peninjau

Dalam teknik ini, pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian cerita pembaca ikuti bersama tokoh ini. Tokoh ini bisa bercerita tentang pendapatnya atau perasaannya sendiri. Sementara itu, terhadap tokoh-tokoh lain, ia hanya bisa memberitahukan pembaca sesuai apa yang dia lihat saja. Jadi, teknik ini berupa penuturan pengalaman seseorang. Dalam beberapa hal, teknik ini sebenarnya hampir sama dengan teknik orang pertama, tetapi teknik ini lebih bebas dan fleksibel dalam bercerita.

e. Latar

Latar (setting) merupakan tempat, waktu, dan suasana terjadinya perbuatan tokoh atau peristiwa yang dialami tokoh. Dalam cerpen, novel, ataupun bentuk prosa lainnya, kadang-kadang juga tidak disebutkan secara jelas latar perbuatan tokoh itu. Misalnya, di tepi hutan, di sebuah desa, pada suatu waktu, pada zaman dahulu, di kala senja, dan sebagainya.

f. Amanat

Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Tidak jauh berbeda dengan bentuk cerita lainnya, amanat dalam novel akan disimpan rapi dan disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita. Oleh karena itu, untuk menemukannya, tidak cukup dengan membaca dua atau tiga paragraf, tetapi harus menghabiskannya sampai tuntas.

Unsur ekstrinsik Novel

Unsur ekstrinsik Novel meliputi aspek kepengarangan yang melatarbelakangi penciptaan novel tersebut. Termasuk ke dalam unsur luar itu adalah latar belakang pengarang, kondisi sosial budaya, dan tempat atau lokasi novel itu dikarang.

a. Latar belakang pengarang, menyangkut asal daerah atau suku bangsa, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, dan ideologi pengarang. Unsur-unsur ini sedikit banyak akan berpengaruh pada isi novelnya. Misalnya, novel yang dikarang orang Padang akan berbeda dengan novel yang dibuat oleh orang Jawa, Sunda, Bugis, dan lainnya.

b. Kondisi sosial budaya, misalnya novel yang dibuat pada zaman kolonial akan berbeda dengan novel pada zaman kemerdekaan, atau pada masa reformasi. Novel yang dikarang oleh orang yang hidup di tengah-tengah masyarakat metropolis akan berbeda dengan novel yang dihasilkan oleh pengarang yang hidup di tengah-tengah masyarakat tradisional.

c. Tempat atau kondisi alam, misalnya novel yang dikarang oleh orang yang hidup di daerah pertanian, sedikit banyak akan berbeda dengan novel yang dikarang oleh orang yang terbiasa hidup di daerah gurun.

Untuk mengetahui wujud unsur-unsur ekstrinsik tersebut, tentu kita harus mengetahui biografi pengarangnya beserta tahun penerbitannya. Misalnya dari keterangan yang ada di dalamnya diketahui bahwa novel Sitti Nurbaya dikarang oleh Marah Rusli, orang Minang, dan berprofesi sebagai seorang dokter pada tahun 1920. (Dikutip dari Cerdas Berbahasa Indonesia, Engkos Kosasih)



Ad by Adsterra