Beberapa hari ini, beberapa kota di pulau Jawa diguyur hujan lebat sehingga terjadi banjir di beberapa wilayah. Kota tempat tinggal saya di Kebumen juga diguyur hujan tiada henti hingga menimbulkan banjir di beberapa wilayah. Bahkan di daerah-daerah sekitar wilayah pegunungan, hujan juga menyebabkan terjadinya tanah longsor sehingga berpotensi membahayakan bagi warga penduduk sekitar.
ilustrasi via pixabay |
Hujan memang sangat dinanti datangnya oleh petani. Namun jika terlalu besar, hujan juga bisa membawa bahaya. Banjir bandang bisa membuat ladang, sawah, dan beberapa lokasi menjadi porak poranda. Jika terjadi banjir seperti itu, maka hampir bisa dipastikan tidak ada tempat yang tidak tersentuh banjir. Buktinya sering kita jumpai banjir terjadi di kota-kota besar yang menjadi langganan banjir seperti Jakarta, Semarang, dan kota-kota lainnya.
Baca juga: Waspadai Penyakit-Penyakit Yang Biasa Muncul Pasca Banjir
Kita memang tidak bisa mengatur hujan. Kapan datangnya, dan seberapa besarnya, kita hanya bisa pasrah kepada Yang Kuasa. Meskipun begitu, kita sebetulnya masih bisa ikut berpartisipasi dalam mengantisipasi terjadinya banjir, atau setidak-setidaknya mengurangi dampak yang ditimbulkan. Ada banyak cara yang bisa kita lakukan, salah satunya yaitu ikut mendukung program reboisasi.
Reboisasi atau menanami tempat yang gundul bisa kita lakukan untuk memulihkan hutan yang sudah terlanjur rusak. Kita semua tahu bahwa di mana saja tempat yang hutannya masih asri dan alami, tidak pernah diterjang banjir meskipun terjadi hujan besar. Biasanya, reboisasi akan kelihatan hasilnya membutuhkan waktu hingga puluhan tahun lamanya. Oleh karenanya, reboisasi harus diawali dan terus dilaksanakan dengan disiplin dan konsisten.
Banyak tempat yang asalnya merupakan daerah resapan air kini telah berubah menjadi gedung-gedung mewah. Jika hujan turun, air dari genteng akan mengalir melalui got-got kemudian masuk sungai dan terus ke laut. Sebelum menjadi rumah mewah, air hujan akan diserap tanah, tetapi sekarang langsung mengalir sehingga sangat mudah menjadikan banjir.
Menurut para ahli lingkungan hidup, permasalahan tersebut sebetulnya bisa diatasi menggunakan resapan buatan. Setiap rumah dibuatkan sumur dengan diameter 1 meter dan kedalaman 3 - 4 meter. Air hujan dari genteng akan disalurkan masuk sumur tersebut. Jika air sudah penuh, air sisanya kemudian akan dibuang menuju got. Dengan begitu setiap hujan turun, air yang 4 meter persegi bisa diserap di pekarangan tersebut, tidak langsung mengalir menuju sungai.
Penataan saluran air memang menjadi kewajiban pemerintah kota. Anggaran besar dikeluarkan, sungai-sungai yang mendangkal juga telah dikeruk untuk mengatasi masalah banjir, namun entah mengapa masalah ini masih belum juga kunjung teratasi. Sebagai rakyat biasa, kita hanya bisa mengajak masyarakat agar mau disiplin dengan tidak menjadi penyebab saluran tersebut tersumbat. Hal ini bisa kita lakukan misalnya dengan tidak membuang sampah sembarangan atau perilaku-perilaku negatif lainnya yang nyata-nyata juga bisa menjadi penyebab terjadinya banjir.
Melihat kenyataannya, masalah banjir memang sulit untuk diatasi. Namun jika reboisasi, resapan buatan, dan penataan saluran bisa dijalankan dengan baik dan disiplin, paling tidak cara-cara ini bisa mengurangi dampak yang ditimbulkan dari terjadinya banjir. Sedang bagi para pemangku kekuasaan, meskipun memiliki program yang baik untuk mengatasi banjir, tetapi jika penggunaan anggaran tidak pas alias banyak yang bocor, maka hasilnya juga tidak akan maksimal, salah-salah malah justru menambah sengsara orang banyak.
Memang begitulah watak dari air. Keberadaannya sangat dibutuhkan oleh manusia dan semua makhluk hidup, namun bisa menjadi menakutkan dan membahayakan jika datangnya seakan mengamuk tanpa kompromi. Jika kecil menjadi teman, kalau besar menjadi musuh dan mendatangkan marabahaya.