Bagi warga NU, ziarah kubur merupakan tradisi yang sudah turun temurun dijalankan. Tidak hanya ziarah ke makam keluarga atau para pendahulu, mereka juga biasanya mengadakan rangkaian ziarah ke makam para Wali atau Ulama seperti ziarah Walisongo dan semacamnya. Meski begitu, kadang ada sebagian orang yang masih saja menanyakan tentang hukum ziarah kubur bagi seorang muslim.
ilustrasi via republika.co.id |
Ziarah kubur adalah aktivitas mengunjungi kuburan (makam) dengan maksud untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia, ingat akan kematian, atau ingat akan tujuan akhir manusia yaitu di akhirat kelak.
Pada zaman dahulu, yakni pada masa permulaan agama Islam disampaikan oleh Rasul kepada sekalian manusia di alam ini, khususnya di negeri Arab, beliau pernah melarang umatnya untuk melakukan ziarah kubur. Akan tetapi setelah akidah Islamiyah sudah menjadi kuat tertanam di dalam kalbu pengikutnya, maka kemudian ziarah kubur diizinkan oleh Nabi SAW. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam sebuah hadits bahwa suatu saat Nabi bersabda:
كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا
"Aku melarang kepada kamu sekalian untuk berziarah kubur, maka berziarahlah..." (HR. Muslim)
Hadits di atas memberikan pengertian bahwa semula praktek ziarah kubur itu memang dilarang oleh Nabi SAW, namun kemudian diizinkan bahkan dianjurkan oleh beliau ketika iman kaum Muslimin telah menjadi kuat. Oleh karenanya, para Ulama kemudian sepakat bahwa ziarah kubur itu hukumnya sunnah.
Adapun maksud dari ziarah kubur antara lain yaitu mempunyai tujuan untuk memberi peringatan akan kehidupan akhirat bagi orang yang masih hidup. Hal ini sebagaimana bunyi hadits:
.. فإنها تذكر الأخرة
"Sesungguhnya ziarah kubur itu akan dapat mengingatkan kepada akhirat" (HR. Muslim)
Di samping itu, ziarah kubur akan dapat pula mengingatkan kepada kematian, dalam artian orang yang masih hidup diingatkan kembali bahwa dirinya pun kelak akan mengalami mati seperti halnya yang diziarahi. Hal ini sesuai dengan lafadz hadits:
.. فإنها تذكر الموت
"Sesungguhnya ziarah kubur itu akan dapat mengingatkan kepada kematian" (HR. Abu Daud)
Selain itu, ziarah kubur juga mempunyai maksud untuk mendo'a kepada Allah agar dirinya diampuni dosa-dosanya oleh Allah dan sekalian para ahli kubur. Hal ini sebagaimana firman Allah:
... رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوٰنِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمٰنِ ..
"Ya Tuhan kami, ampunilah (dosa-dosa) kami dan (dosa-dosa) sudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami" .. (QS. Al-Hasyr, 10)
Sebuah riwayat juga menyebutkan bahwa Nabi sendiri pernah berziarah kubur yaitu ke kubur Baqi' seraya memberi salam dan mendo'akan kepada ahli kubur Baqi'. Rasulullah SAW berdo'a:
اللهم اغفر لأهل البقيع
"Ya Allah, semoga Engkau memberi ampun kepada para ahli kubur Baqi'" (HR. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat dimengerti bahwa sebenarnya praktek ziarah kubur adalah sudah sesuai dengan tuntunan syara' yang diajarkan oleh Allah SWT dan RasulNya.
Baca juga: Praktek Tawassul dan Hakikatnya
Pendapat Ulama Tentang Ziarah Kubur
Pada dasarnya, para Ulama sepakat satu pendapat bahwa ziarah kubur itu sunnah hukumnya, selama diletakkan sesuai tatacara aturan syara'.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab berkata:
والإستجاب في زيارة القبور خص بالرجال
"Hukum sunnah berziarah kubur itu hanya untuk laki-laki" (Fathul Majid, 251)
Menurut pendapat ini, yang terkena sasaran hukum sunnah berziarah kubur adalah khusus bagi kaum pria, sedangkan bagi wanita tidak sunnah bahkan bisa haram hukumnya.
Prof. Dr. Mahmud Saltout berpendapat bahwa berziarah kubur itu sunnah hukumnya baik bagi laki-laki maupun perempuan. Beliau mengatakan:
إذااتخذت فيها الأداب الشرعية كانت مشروعة للرجال والنساء
"Dan apabila di dalam berziarah kubur itu dipakai adab atau tatacara syara', maka ziarah kubur itu disyariatkan (dianjurkan) bagi laki-laki maupun perempuan" (Al-Fatawa, 221)
Pendapat kedua ini tampak jelas, bahwa apabila di dalam berziarah kubur itu sudah dipakai adab (tatacara) syara', maka sesungguhnya hukum ziarah kubur itu sunnah baik bagi pria maupun wanita. Sebaliknya, hukumnya bisa menjadi haram, baik bagi pria maupun wanita, apabila dalam berziarah kubur tidak mengindahkan tatacara aturan syara', karena hal ini dikatakan akan mudah terjerumus dalam jurang syirik.
Sayyid Abdurrahman Al-Masyhur juga berpendapat bahwa:
زيارة القبور إما لمجرد تذكر الموت والأخرة فتكون برؤية القبور من غير معرفة أصحابها أولنحو دعاء فتسن لكل مسلم
"Ziarah kubur itu hanyalah bertujuan agar ingat kepada mati dan akhirat, maka dapat dilakukan dengan melihat ke kuburannya, meskipun tidak mengetahui siapa ahli kubur di dalamnya, atau juga bertujuan untuk mendo'akan (berdo'a), maka ziarah kubur yang demikian ini disunnahkan bagi setiap muslim" (Bughyatul Mustarsyidin, 97)
Menurut pendapat di atas, berziarah kubur itu sunnah hukumnya bagi setiap muslim, asalkan bertujuan untuk mengingatkan kepada mati dan akhirat dan juga untuk berdoa (baik untuk dirinya maupun untuk diri mayit) meskipun tanpa mengetahui ahli kubur yang diziarahinya.
Sementara itu, Syaikh Zakariya Al-Anshari berpendapat bahwa:
وزيارة القبور اي قبور المسلمين لرجل
"Ziarah kubur itu, yakni kubur orang-orang Islam, adalah (sunnah hukumnya) bagi laki-laki" (Fathul Wahab, 100)
Menurut pendapat Al-Anshari di atas, sunnah hukumnya berziarah kubur bagi laki-laki. Sedangkan bagi wanita dan orang banci, beliau mengatakan:
ولغيره اي غير الرجل من انثى وخنثى مكروهة لقلة صبر النثى وكثرة جزعها. والحق بها الخنثى إحتياطا
"Dan berziarah kubur yang dilakukan oleh orang yang bukan laki-laki, yaitu kaum perempuan dan orang banci, maka hukumnya makruh, karena mereka itu sedikit kesabarannya dan banyak dukanya. Disamakannya orang banci dengan perempuan dalam hal ini adalah untuk kehati-hatian" (Fathul Wahab, 100)
Jadi menurut pendapat ini, ziarah kubur yang dilakukan oleh perempuan dan orang banci hukumnya adalah makruh dengan alasan bahwa perempan itu pada umumnya sedikit kesabarannya, mudah terbawa emosi, dan banyak duka citanya. Begitu pula hukum makruh bagi orang banci dengan tujuan untuk lebih berhati-hati di dalam meletakkan hukum tersebut.
Selanjutnya, beliau juga berpendapat bahwa "terhadap ziarah kubur makam Nabi, keduanya (perempuan dan banci) hukumnya adalah sunnah sebagaimana ketetapan hukum haji bagi keduanya. Demikian pula sama halnya terhadap kubur para Wali, Ulama dan Nabi-Nabi yang lain" (Fathul Wahab, 101).
Dari uraian dan penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa berziarah kubur itu menurut mayoritas Ulama adalah hukumnya sunnah baik bagi laki-laki maupun perempuan (terutama laki-laki) selama dipakai tatacara syara' yakni bertujuan untuk berdoa, mengingat akan mati dan akhirat.
Sebagai catatan, dapat dilihat bahwa mereka yang berziarah kubur tidak dijumpai ada yang menyimpang dari tatanan syara'. Kalau seandainya ada, maka itu adalah suatu kemungkinan kecil dan ini biasanya terjadi pada diri seseorang yang masih belum mengetahui apa yang harus dikerjakan dalam tatacara berziarah kubur yang benar. Praktek ziarah kubur semacam inilah yang kadang bisa membawa kecenderungan menyimpang dari aqidah Islam.
Meskipun begitu, kejadian semacam ini tidaklah berarti boleh digeneralisir secara umum, dalam artian bahwa setiap orang yang berziarah kubur pasti terselip di dalamnya unsur syirik sehingga timbul kesimpulan sempit yang keliru bahwa setiap orang yang berziarah kubur itu dianggap musyrik. Oleh karenanya, bagi para Ulama, Kyai, Ustadz, hendaknya selalu mengatur dan mengarahkan jamaahnya/ para za-iriin agar amalan ziarah kubur mereka tidak keliru jalannya, sehingga praktek ziarah kubur tersebut benar-benar cocok dengan ketentuan-ketentuan sesuai ajaran Islam. Wallahu A'lam