Selain tari piring, masih banyak kesenian unik Sumatera barat lainnya, salah satunya yaitu tari lilin. Tari lilin adalah seni tari tradisional asal Minangkabau yang biasa dimainkan saat malam hari dengan membawa lilin sebagai properti utamanya. Dahulu, tarian ini biasa ditampilkan di lingkungan istana atau pada saat acara-acara adat. Namun kini, tarian ini juga sering muncul dalam pertunjukan kesenian dan panggung-panggung hiburan. Seiring kepopulerannya, tarian ini juga telah menjadi salah satu ikon dari Sumatera Barat, khususnya masyarakat Minang.
Asal Usul Sejarah Tari Lilin
Menurut asal usulnya, tari lilin muncul berdasarkan cerita rakyat masyarakat Sumatera Barat. Konon pada zaman dahulu, tersebutlah seorang gadis yang ditinggalkan oleh tunangannya untuk pergi berniaga. Pada suatu ketika, sang gadis dibuat kebingungan ketika cincin pertunangannya dengan sang kekasih hilang tiada diketahui dimana keberadaanya. Sang gadis pun berusaha mencari cincin tersebut hingga sampai larut malam. Karena gelap, ia pun menggunakan nyala api lilin yang ditaruh di atas piring kecil untuk menerangi pencarian cincin hilang tersebut.
Sang gadis berusaha keras untuk dapat menemukan cincin berharga tersebut. Namun sayangnya, cincin yang dicari itu tiada juga ketemu. Ia pun kemudian berkeliling mengitari pekarangan rumahnya berharap apa yang dicarinya itu lekas ditemukan. Saat pencarian itu, kadang ia harus membungkuk untuk menerangi tanah. Kadang juga ia terlihat seperti sedang menengadah berdoa, atau bergerak meliuk-liuk dengan lilin tetap berada di tangannya. Gerakan-gerakan indah dari sang gadis saat mencari cincinnya inilah yang kemudian mengilhami terciptanya tari lilin.
Tarian ini kemudian mulai dikembangkan dan dipelajari oleh gadis-gadis desa kala itu. Seiring waktu, tarian ini semakin populer dan biasa ditampilkan pada saat acara-acara adat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas nikmat dan karunia yang didapat. Karena keanggunannya, tari lilin juga kemudian ditampilkan di lingkungan istana. Dalam perkembangannya, tarian ini juga menjadi bagian dari pertunjukan kesenian dan juga hiburan. Tari lilin seringkali diselipkan sebagai penampilan selingan pada saat prosesi acara penyambutan tamu setelah penampilan tari pasambahan.
Gerakan, Kostum, dan Musik Pengiring
Tari lilin biasanya ditampilkan oleh sejumlah penari wanita atau berpasangan (pria dan wanita). Para penari akan menari sambil membawa lilin menyala pada piring kecil yang dipegang pada kedua telapak tangan mereka. Dalam pertunjukannya, para penari tersebut akan melakukan gerakan memutar piring berisi lilin namun piring tetap berada diatas telapak tangan dan lilin tetap menyala. Gerakan ini cukup sulit karena mereka harus hati-hati agar piring tidak jatuh dan lilin tidak padam. Tarian ini juga biasanya diiringi dengan musik khas Melayu Sumatera.
via encyclopedia.jakarta-tourism.go.id |
Gerakan-gerakan dalam tari lilin cenderung lemah lembut namun juga atraktif. Dengan kelihaiannya, para penari akan memainkan lilinnya dengan cara memutar atau membolak-balik piring diikuti gerakan meliuk-liuk dari sang penari. Gerakan lemah lembut untuk menjaga agar lilin tidak padam, sementara gerakan membolak-balik piring dan meliuk-liuk menunjukkan skill atraktif dari masing-masing penarinya. Tentunya butuh kerja keras dan latihan khusus untuk dapat membawakan tarian anggun ini.
Gerakan dalam tari piring biasanya didominasi oleh gerakan seperti mengayunkan tangan, gerakan seperti berdoa, gerakan meliuk, dan gerakan memutar badan. Selain itu, ada juga beberapa gerakan tangan yang dilakukan dalam posisi duduk. Gerakan-gerakan ini memerlukan konsentrasi penuh agar tarian ini dapat berjalan lancar. Kesemuanya ini menciptakan harmoni gerakan yang indah berpadu dengan keanggunan para penari yang meliuk-liuk dalam kilauan cahaya nyala lilin.
Sedangkan untuk busana dalam tari lilin, biasanya setiap penari mengenakan pakaian khas asal Minangkabau yakni baju yang disebut baju batabue, hiasan kepala yang disebut tangkuluak, bawahan yang disebut dengan lambak, salempang dan perhiasan berupa dukuah atau kalung, galang atau gelang dan cincin. Sementara untuk musik pengiringnya yaitu menggunakan alunan musik khas Melayu Sumatra dengan beberapa tambahan alat musik seperti accordeon, biola, gong, gitar, kenong, gendang, bonang, saxophone, dan tok-tok.