Tugu Marta Sentana |
Jika anda hendak melewati ruas jalan antar desa yang menghubungkan antara kecamatan Adimulyo dan kecamatan Puring (Jl. Raya Kaleng), maka anda akan menemui sebuah tugu yang terletak di dekat tikungan/pertigaan jalan dukuh Patut, desa Sugihwaras, Adimulyo. Cobalah sempatkan untuk berhenti sebentar dan amati tulisan pada tugu tersebut, maka akan terbaca:
"TUGU PETILASAN GUGURNYA ALMARHUM MARTA SENTANA, PEJUANG PEMBELA NUSA BANGSA REPUBLIK INDONESIA, 23-10-1947"
Siapakah Marta Sentana?. Bagaimana kisah perjuangannya?, berikut sedikit uraiannya.
Marta Sentana adalah salah seorang dari sekian banyak pejuang bangsa yang rela gugur demi tegaknya kedaulatan NKRI. Ia adalah pemuda asal desa Sugihwaras yang menjadi korban kekejaman Belanda ketika hendak merebut kembali wilayah Indonesia pada masa Agresi Militer Belanda. Tugu petilasan tersebut dibangun sebagai salah satu bentuk penghargaan untuk mengenang jasa-jasa Marta Sentana dalam mempertahankan tanah tumpah darahnya dari jajahan kaum kolonial penindas.
Pada masa kemerdekaan, desa Sugihwaras merupakan salah satu desa yang banyak menyimpan sejarah perjuangan anak bangsa dalam mempertahankan kedaulatan NKRI di wilayah Kebumen. Desa ini menjadi batas pertahanan terluar tentara RI hingga ke desa Podourip sebagai markasnya. Ketika Belanda menyerang pos pertahanan TNI di Sidobunder pada akhir Agustus 1947, tentara RI memutuskan mundur ke desa Sugihwaras untuk menghindari banyaknya korban. Saat peristiwa Canonade Candi pada 19 Oktober 1947, desa ini juga menjadi target awal serangan Belanda karena diduga menjadi markas bagi para pejuang RI.
Pada 23 Oktober 1947, Belanda mendapatkan informasi mengenai banyaknya para pejuang RI yang ternyata didominasi oleh para pemuda dari desa Sugihwaras. Nama-nama pemuda penggerak perjuangan masyarakat tersebut antara lain yaitu Marta Sentana, Wiryosukarto, Diyun (Hadiwisastro), Suro, dan Atmosukarto. Namun sebelum Belanda melancarkan serangannya ke desa Sugihwaras, datanglah informan dari pihak RI yang memberitahukan bahwa Belanda akan melakukan penyerangan ke desa Sugihwaras.
Mendapati hal itu, semua tentara dan masyarakat pejuang yang berada di Sugihwaras pun segera bergeser ke arah timur, yakni ke desa Podourip dan sekitarnya yang pada saat itu sedang dilanda banjir. Pada saat itu, tinggal dua pejuang yang masih berada di desa Sugihwaras, yaitu Diyun (Hadiwisastro) dan Marta Sentana.
Melihat pasukan Belanda mulai masuk wilayah desa Sugihwaras, Diyun (Hadiwisastro) segera bersembunyi dengan cara menenggelamkan tubuhnya ke dalam empang yang berada di belakang rumahnya. Hanya sedikit wajahnya yang ia munculkan untuk bernafas, itupun ia tutupi dengan daun talas (lumbu) agar tidak ketahuan. Ia berada di dalam empang selama beberapa hari hingga kondisi benar-benar telah aman.
Sementara Martasentana yang pada saat itu hendak bergeser ke Podourip masih menyempatkan diri membawa kayu dengan berenang (memanfaatkan banjir) untuk menghambat jalan pasukan Belanda. Versi lain menyebutkan ia juga merusak jembatan Jeruk untuk merintangi jalan bagi pasukan Belanda. Sayangnya, seorang warga yang kemungkinan mata-mata Belanda melihat aksi Martasentana sehingga melaporkan kejadian tersebut. Pasukan Belanda pun segera mendatangi Marta Sentana untuk menangkapnya.
Melihat pasukan Belanda datang, Marta Sentana tidak lari. Dengan gagah berani, ia justru mendekati pasukan Belanda itu tanpa rasa takut sedikitpun. Ia sadar akan apa yang akan terjadi pada dirinya, karena namanya memang telah terdaftar sebagai salah seorang pejuang yang menjadi target sasaran Belanda. Pasukan Belanda pun kemudian menangkap Marta Sentana untuk diinterogasi dengan berbagai pertanyaan.
Jawaban-jawabannya yang tegas saat diinterogasi membuat Marta Sentana disiksa dengan cara yang sangat sadis. Dengan tangan terikat, mulutnya diberi rokok yang telah dibubuhi bubuk mesiu sehingga mulutnya pun rusak terbakar. Kumis lebatnya juga hangus dibakar. Lebih kejam lagi, pasukan NICA dengan teganya mencongkel matanya menggunakan bayonet dan menyayat-nyayat tubuhnya.
Belum puas dengan itu, pasukan NICA yang memang terkenal sadis itu kemudian mengikat Martasentana dengan seutas tambang dan menyeretnya dengan menggunakan mobil Jeep. Setelah mobil Jeep berhenti, mulut Marta Sentana yang telah hancur itu dimasuki pistol dan kemudian ditembakkan hingga peluru menembus belakang lehernya. Dengan cara memilukan, Marta Sentana pun mengakhiri hidupnya.
Sejumlah warga, perempuan dan anak-anak di sekitar lokasi tidak berani mendekat. Setelah pasukan Belanda meninggalkan desa Sugihwaras, barulah jenazah Marta Sentana diambil oleh warga dan keluarganya untuk kemudian dimakamkan.
Ada juga versi berbeda yang mengatakan bahwa Marta Sentana adalah orang sakti yang tidak mempan dengan senjata. Saat ia ditangkap untuk diinterogasi oleh pasukan Belanda, Marta Sentana tidak merasakan apa-apa ketika ia disiksa dengan berbagai macam siksaan. Ia dihajar, dipukuli, bahkan sampai ditembak berkali-kali tetap tidak mati. Pasukan Belanda sampai dibuat kewalahan untuk mengatasinya. Sampai akhirnya, Marta Sentana lelah dan memberitahukan kelemahannya. Setelah dibakar sekujur tubuhnya, Marta Sentana pun akhirnya meninggal dunia.
Sebagai penghormatan atas jasa-jasa perjuangan dan keberaniannya, masyarakat desa Sugihwaras kemudian membangun sebuah tugu peringatan tepat di tempat Marta Sentana meregang nyawa. Pada tahun 2017 lalu, tugu ini dipugar kembali hingga menjadi seperti sekarang ini. Adapun makam Marta Sentana berada di areal pemakaman dukuh Kanoman, desa Sugihwaras, kecamatan Adimulyo, Kebumen.
Demikianlah sekilas tentang kisah sejarah perjuangan Marta Sentana, pejuang bangsa asal desa Sugihwaras yang rela mengorbankan jiwa dan raganya demi mempertahankan kedaulatan NKRI tercinta. Semoga bermanfaat.
Sumber:
https://kebumen2013.com/martasentana-pahlawan-kemerdekaan-dari-desa-sugihwaras-adimulyo-kebumen/
https://m.youtube.com/watch?v=bkiZHc4f6_s