Skip to main content

Asal Muasal Nama dan Sejarah Kabupaten Pemalang

Pemalang adalah nama sebuah kabupaten di provinsi Jawa Tengah yang terletak di jalur pantura pulau Jawa. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, kabupaten Pekalongan di timur, kabupaten Purbalingga di selatan, serta kabupaten Tegal di barat. Kabupaten yang beribukota di kota Pemalang ini mempunyai motto yaitu Pemalang IKHLAS yang kepanjangannya adalah Indah, Komunikatif, Hijau, Lancar, Aman, dan Sehat. 

Kab. Pemalang
via situnderabull.wordpress

Asal Usul Nama Pemalang

Menurut beberapa sumber, nama Pemalang konon muncul dari beberapa versi penafsiran. Berikut ini beberapa uraiannya:

Versi pertama mengatakan bahwa nama Pemalang diambil berdasarkan watak masyarakat Pemalang yang memiliki semboyan "Banteng Wareng ing Payudan tan Sinayudan – Rawe-rawe rantas Malang-malang Putung". Ungkapan tersebut memiliki arti bahwa rakyat Pemalang jika sudah dilukai atau dijajah maka mereka akan berjuang dengan gagah berani. Biarpun rakyat kecil, namun bila berada di arena peperangan tidak bisa dicegah. Meski harus berperang sampai berselendang usus, mereka tidak akan menyerah kepada musuh. Mungkin dari kata "malang-malang" inilah asal mula nama Pemalang. 

Versi kedua menyebutkan bahwa nama Pemalang kemungkinan juga diambil berdasarkan cerita rakyat Pemalang yang mengisahkan bahwa dahulu di Pemalang ada seorang penguasa bernama Raden Sambungyudo. Ia adalah keturunan dari seorang Komandan perang Majapahit saat Perang Bubat yang bernama Ki Bondan Lamatan. Saat berada di Pemalang, Ki Bondan Lamatan berguru kepada sesepuh Agama bernama Ki Buyut Banjaransari. Selesai berguru, Ki Bondan tetap menetap di Pemalang hingga memiliki seorang anak bernama Joko Malang. Kelak, sosok ini menjadi penguasa di daerah ini dengan nama Raden Sambungyudo. Jadi, nama Pemalang juga bisa berarti tempat atau kediaman dari Joko Malang.

Sedangkan versi ketiga, nama Pemalang konon diambil dari nama sungai yang "memalang" atau membentang dari sebelah utara desa Kabunan membujur ke pelabuhan Pelawangan. Pada masa Majapahit atau sekitar abad ke XIV, sungai ini biasa digunakan untuk sarana angkutan, membawa barang-barang dari pusat Pemalang ke berbagai wilayah seperti Kabunan, Taman, Beji, Pedurungan. Penguasa Pemalang saat itu adalah Ki Gede Sambungyudha. 

Sungai ini sempat terkikis akibat erosi hingga berpindah ke utara dari Comal ke Asemdoyong. Sungai ini pun menjadi melintang tidak dari selatan gunung ke utara, tetapi dari timur ke barat, sehingga membingungkan orang yang hendak berbuat jahat. Konon ketika patih Thalabuddin dari kesultanan Banten hendak membawa keris Kyai tapak, ia mendadak menjadi bingung sehingga mondar-mandir saja di Pemalang. Ia pun tidak jadi mencuri dan pusaka diserahkan lagi ke Kadipaten Pemalang. Dari keberadaan sungai inilah wilayah ini kemudian disebut dengan Pemalang.

Sejarah Pemalang dari Masa Ke Masa

Seperti daerah-daerah pesisir pada umumnya, wilayah Pemalang telah ada sejak zaman yang lampau. Bahkan pada masa prasejarah, wilayah ini mungkin telah dihuni manusia berdasarkan berbagai temuan arkeologis. Situs-situs megalitik ditemukan di Kabupaten Pemalang bagian barat, sedangkan sebuah nekara perunggu ditemukan di Desa Kabunan. Ditemukan juga bukti arkeologis dari kebudayaan Hindu-Buddha seperti patung Ganesha, lingga, kuburan, ambang pintu, dan batu nisan di Desa Lawangrejo dan Desa Banyumudal.

Pada zaman Majapahit, wilayah ini turut berperan saat kerajaan Majapahit memperluas pengaruhnya ke bumi Pasundan. Dukungan masyarakat Pemalang di bawah pimpinan Ki Buyut Banjaransari memperoleh hasil gemilang sehingga pada masa itu sedikitnya 17 daerah di Pemalang dijadikan wilayah perdikan alias bebas pajak. Salah seorang komandan perang Majapahit bernama Bondan Lamatan juga memutuskan tidak pulang ke Majapahit dan menetap di Pemalang. Ia berguru kepada Ki Buyut Banjaransari dan memiliki seorang putra bernama Joko Malang atau Raden Sambungyudo, yang kelak menjadi penguasa di Pemalang. 

Sementara pada masa Mataram Islam, Pemalang menjadi daerah vasal Mataram yang diperintah oleh Pangeran atau Raja Vasal. Sejak sekitar 1622–1623, wilayah Pemalang sudah menjadi apanase (daerah kekuasaan) Pangeran Purbaya dari Mataram, yang mana seorang Kyai Lurah mewakilinya sebagai pelaksana pemerintahan setempat. Masyarakat Pemalang juga mempercayai keberadaan tokoh bernama Raden Maoneng yang diyakini sebagai salah seorang leluhur mereka. Beberapa sumber menyebutkan tokoh ini dengan nama Tumenggung Mangun-Oneng, seorang panglima perang Sultan Agung yang memimpin pasukan Mataram dalam penaklukkan Surabaya pada tahun 1625. Kini makamnya berada di Dukuh Maoneng, Desa Bojongbata, Pemalang. 

Pada masa Sunan Amangkurat I (1645–1677), Pemalang sudah berkembang menjadi salah satu dari kota-kota niaga maritim di pesisir utara Jawa, yang diatur dan diawasi dengan ketat oleh Mataram. Pihak kerajaan mengangkat para adipati dan syahbandar di kota-kota tersebut, serta memiliki dua pejabat tinggi pengawas pesisir khusus untuk memastikan monopoli Mataram atas kegiatan perdagangan mereka. Sementara pada sekitar tahun 1652, Sunan Amangkurat II mengangkat Ingabehi Subajaya sebagai Bupati Pemalang setelah Amangkurat II memantapkan tahta pemerintahan di Mataram setelah pemberontakan Trunajaya dapat dipadamkan dengan bantuan VOC. 

Pada masa Perang Diponegoro, catatan Belanda pada tahun 1820 menyebutkan bahwa penguasa Pemalang saat itu, Kanjeng Swargi atau juga dikenal sebagai Gusti Sepuh terlibat dalam perang Diponegoro. Selanjutnya antara tahun 1823–1825, Bupati Reksadiningrat juga mengerahkan rakyatnya untuk bergabung dengan pasukan Diponegoro sehingga Belanda akhirnya menghentikan Reksadiningrat sebagai bupati Pemalang. Catatan Belanda juga menyebutkan bahwa mereka yang gigih membantu pihak Belanda dalam perang Diponegoro di wilayah Pantai Utara Jawa hanyalah Bupati-bupati Tegal, Kendal dan Batang, tanpa menyebut Bupati Pemalang.

Berlanjut ke tahun 1832, Bupati Pemalang saat itu adalah Raden Tumenggung Sumo Negoro. Pada saat itu, Pemalang menjadi daerah makmur dengan hasil panen yang melimpah ruah. Dalam laporan yang terbit pada awal abad XX disebutkan bahwa Pemalang merupakan afdeling dan Kabupaten dari karisidenan Pekalongan. Afdeling Pemalang dibagi dua yaitu Pemalang dan Randudongkal. Kabupaten Pemalang terbagi dalam 5 distrik. Jadi dengan demikian, Pemalang merupakan nama kabupaten, distrik dan Onder Distrik dari Karisidenan Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah.

Berbagai kalangan meyakini bahwa pusat Kabupaten Pemalang yang pertama terdapat di Desa Oneng. Walaupun tidak ada sisa peninggalan dari Kabupaten ini, namun masih ditemukan petunjuk lain. Petunjuk itu berupa sebuah dukuh yang bernama Oneng yang masih bisa ditemukan sekarang ini di Desa Bojongbata. Sedangkan Pusat Kabupaten Pemalang yang kedua dipastikan berada di Ketandan. Sisa-sisa bangunannya masih bisa dilihat sampai sekarang yaitu disekitar Klinik Ketandan (Dinas Kesehatan). 

Sedangkan pusat Kabupaten yang ketiga adalah seperti sekarang ini (dekat Alun-alun Kota Pemalang). Pusat Kabupaten sekarang ini juga merupakan sisa dari bangunan yang didirikan oleh Kolonial Belanda. Bangunan ini sempat mengalami beberapa kali rehab dan renovasi bangunan hingga terbentuk bangunan joglo sebagai ciri khas bangunan di Jawa Tengah. Kabupaten Pemalang mantap sebagai suatu kesatuan administratif pasca pemerintahan Kolonial Belanda. Sejak tahun 1948 (setelah Indonesia merdeka), Pusat Pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Pemalang berkedudukan di Pemalang. 

Hari Jadi Kabupaten Pemalang

Seperti halnya kabupaten lainnya, Kabupaten Pemalang juga memiliki hari jadi atau ulang tahun yang diperingati setiap tahunnya. Bagi masyarakat Pemalang, penentuan hari jadi ini juga sekaligus sebagai penghomatan atas sejarah terbentuknya Kabupaten Pemalang yang berdiri atas dasar nilai-nilai patriotisme dan nilai-nilai heroisme sebagaimana cerminan rakyat Pemalang. Untuk itu, penentuan hari jadi ini telah melalui berbagai pengkajian hingga akhirnya diputuskan melalui keputusan bersama. 

Pada awalnya, satu alternatif pilihan yang hendak disetujui sebagai hari jadi Kabupaten Pemalang adalah peristiwa saat diumumkannya pernyataan perang oleh Pangeran Diponegoro untuk melawan Pemerintahan Kolonial Belanda, yakni pada tanggal 20 Juli 1823. Namun berdasarkan hasil diskusi para pakar yang dibentuk oleh Tim Kabupaten Pemalang, hari jadi Pemalang yang akhirnya disetujui adalah tanggal 24 Januari 1575, atau bertepatan dengan Hari Kamis Kliwon tanggal 1 Syawal 1496 Je 982 Hijriah. 

Keputusan ini telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Kabupaten Pemalang Nomor 9 Tahun 1996 tentang Hari Jadi Kabupaten Pemalang. Tahun 1575 diwujudkan dengan bentuk Surya Sengkala Lunguding Sabda Wangsiting Gusti yang mempunyai arti harfiah: kearifan, ucapan/sabdo, ajaran, pesan-pesan, Tuhan, dengan mempunyai nilai 5751. Sedangkan tahun 1496 Je diwujudkan dengan Candra Sengkala Tawakal Ambuko Wahananing Manunggal yang mempunyai arti harfiah berserah diri, membuka, sarana/wadah/alat untuk, persatuan/menjadi satu dengan mempunyai nilai 6941.

Adapun Sesanti Kabupaten Pemalang adalah Pancasila Kaloka Panduning Nagari, dengan arti harfiah lima dasar, termashur/ terkenal, pedoman/ bimbingan, negara/ daerah dengan mempunyai nilai 5751. 

Sumber:

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Pemalang

https://www.pemalangkab.go.id/sejarah-kabupaten-pemalang/

https://orangpemalang.blogspot.com/2018/04/pemalang-dalam-sebuah-kisah-sejarah.html


Ad by Adsterra